Poirot VS Holmes

Hello hello….. Ça fait longtemps, hein? Sudah lama banget sejak postingan pertama…. Maklum aku sibuk banget sih. Well, Kali ini aku mau ngomong tentang Poirot VS Holmes, dua detektif rekaan yang pasti sudah pada tahu.

Semalam aku baru saja menyelesaikan membaca salah satu karya Agatha Christie, Poirot’s Early Cases – Kasus-kasus Perdana Poirot. Pertama kali membaca, aku langsung sadar bahwa si Poirot ini beda banget sama Holmes, detektif rekaan favoritku. Mungkin persamaan mereka adalah mereka sama-sama menggunakan apa yang mereka sebut ‘metode-metode’ mereka sendiri, dan yang jelas adalah mereka sama-sama orang yang eksentrik. Di lain pihak, sifat dan sikap mereka beda banget. Holmes adalah seorang sangat cerdas, tapi sangat berantakan dan juga pemalas. Terus terang saja, waktu aku pertama kali menonton film Sherlock Holmes yang dibintangi oleh Robert Dewey Jr. dan Jude Law, aku merasa 'pendeskripsian' Holmes agak berlebihan. Maksudku, kayaknya dia nggak konyol-konyol amat begitu, deh. Walaupun begitu, menurutku filmnya tetap menghibur, kok. Tapi setelah aku membaca novelnya, aku langsung tahu kalau sebagian 'pendeskripsian' Holmes di filmnya bener juga.

Mungkin Holmes emang nggak konyol seperti di filmnya, tapi dia memang orang yang berantakan dan pemalas. Misalnya saja, seperti yang digambarkan oleh Watson : Holmes adalah detektif yang cemerlang, dengan cara berpikir dan berpakaian yang teratur, namun punya kebiasaan-kebiasaan yang kacau balau. Kamarnya selalu sangat sangat berantakan. Dia suka menyimpan cerutunya di ember arang, menyimpan tembakaunya di ujung sandal Persia-nya yang melengkung, dan juga suka menyimpan surat-surat dengan menyelipkannya di lipatan gantungan di atas perapian. Selain itu juga kalau sedang ‘kumat’, dia suka latihan menembak di dinding kamarnya, benar-benar orang yang tidak lazim. Kamarnya selalu penuh dengan guntingan-guntingan berita kejahatan tersebar di semua tempat, bahkan tempat-tempat yang tidak lazim seperti kaleng mentega. Berkas-berkas laporan tentang kejahatan yang telah diselesaikannya pun selalu dibiarkan menumpuk begitu saja, dan hanya dibereskan sekali atau dua kali dalam setahun. Dia selalu menggebu-gebu dalam menangani suatu kasus, tapi di saat lainnya dia sangat pemalas. Kalau sedang tidak bekerja, yang dilakukannya hanyalah berbaring santai ditemani biola dan buku-buku, dan hampir-hampir tak mau bergerak kecuali dari sofa ke meja.  Berkas-berkas ini menumpuk dengan banyaknya dan tiap kali Watson mulai menyinggung soal keberantakannya ini, dia selalu punya cara untuk menghindar.


Kebiasaan-kebiasaan Holmes ini sangat berbeda dengan Poirot. Poirot, sesuai dengan metode dan cara berpikirnya yang teratur,  cara hidupnya juga demikian. Dia tipe orang yang sangat cermat dan perfeksionis. Tidak akan dibiarkannya suatu lukisan miring satu mili saja. Dia orang yang angkuh, suka menyombongkan diri sebagai detektif terkenal yang ditakuti para penjahat. Dia sangat bangga pada kumisnya, yang selalu dipeliharanya dengan baik. Berbeda dengan perawakan Holmes yang tinggi-kurus, Poirot perawakannya kecil-bulat. Dia orang Belgia yang menurutku punya rasa nasionalisme tinggi, dan dalam banyak hal akan selalu memprotes “dasar orang-orang Inggris! Selalu begini, selalu begitu….” Ketika ditanya apakah dia orang Perancis (karena Belgia memakai bahasa Perancis) dia akan dengan segera menjawab, “Saya orang Belgia.” Dia selalu membanggakan sel abu-abunya, dan menurutku mungkin dia tipe orang yang cocok untuk memecahkan kasus hanya dengan mendengarnya sambil duduk di kursi malas. Hal ini agak berbeda dengan Holmes yang tipenya, kata orang Jawa srugal-srugul. Holmes ini tipe yang langsung ke TKP, menyelidiki dengan menyamar menjadi si ini-si itu.


Baik Hastings maupun Watson merupakan sahabat yang baik, menurutku, tapi masing-masing dari mereka juga punya kesebalan tersendiri terhadap temannya : Watson sebal pada Holmes jika keberantakannya sudah keterlaluan, dan Hastings juga terkadang sebal pada sikap Poirot yang terlalu perfeksionis. Dilihat dari cerita, kelihatannya Hastings lebih sering berdebat dengan Poirot, sedangkan Watson mungkin agak kalem.


Baik Holmes maupun Poirot, seperti yang sudah kukatakan tadi, punya metode-metode tersendiri dan eksentrik. Hal-hal kecil selalu membawa hal-hal yang besar, begitu juga dengan metode mereka berdua. Poirot selalu melihat hal-hal kecil dan remeh ketika menangani suatu kasus, dan hal ini secara tidak terduga selalu membuatnya bisa memecahkan kasus. Sedangkan Holmes mengatakan, jika bertemu dengan seorang pria amatilah celananya, dan jika bertemu dengan seorang wanita amatilah kerah lehernya, dengan begitu kalian akan tahu banyak tentang orang tersebut. Jelas sekali metode observasi sangat penting dalam menyelidiki suatu kasus. 
Walaupun berbeda dalam beberapa hal, tapi menurutku kedua detektif rekaan ini sangatlah menarik. Walaupun begitu aku lebih suka pada Holmes, karena menurutku mungkin seorang detektif itu harusnya memang ‘agak berantakan’. Selain itu, yang aku tidak suka adalah Poirot bunuh diri di akhir hanyatnya. Padahal dia berkata, “saya tidak menyetujui pembunuhan”. Lalu, bukankah bunuh diri itu adalah pembunuhan terhadap diri sendiri? Bahasa inggrisnya saja kill himself…. Untuk Agatha Christie yang punya banyak lakon, dari semuanya aku lebih suka Ms. Jane Marple, perawan tua yang selalu punya pikiran tak terduga dan suka mengamati seseorang dari sisi psikologis.


Well, kupikir menarik bisa membaca berbagai macam cerita detektif dari berbagai sudut pandang yang berbeda, mempelajari metode-metode mereka yang selalu aneh dan eksentrik serta tak terduga, dan terutama, menebak siapa pelakunya di tengah-tengah cerita. Bagi kalian yang suka membaca cerita detektif, kusarankan membaca novel-novel karya kedua pengarang ini : Agatha Christie dan Sir Arthur Conan Doyle. Sedangkan buat yang nggak suka novel dan lebih suka membaca manga, kusarankan membaca manga berikut :



-          Detective Conan
Manga detektif paling bagus menurutku, kasusnya dari yang ringan-ringan sampai yang berat seperti pembunuhan.
-          The Great Detective Kiyoshiro Yumemizu
Bagi yang nggak suka kasus yang serius-serius amat, manga ini boleh untuk dibaca. Kasus-kasusnya ringan dan ceritanya juga bercampur komedi.
-          Dan Detective School
Idenya sih bagus, sekolah detektif. Ceritanya juga bagus. Tapi penggambaran tokoh utama cenderung orang yang konyol. Selain itu, aku sih lebih suka nonton doramanya (ryunnosuke kamiki ma yamada ryousuke, klop banget dah isinya ‘adik-adik’ cakep semua).
-          Detektif Kindaichi
Berhubung pengarangnya sama dengan DDS, hanya berkolaborasi dengan pengarang lain, kayaknya cerita-ceritanya agak mirip-mirip begitu sama DDS. Aku cuma baca beberapa volume, tapi nggak terlalu tertarik….
-          Detektif Loki
Kalau ini lumayan campur ma supernatural gitu…. tentang dewa-dewa romawi (kalau nggak salah). Aku juga Cuma baca beberapa volume, kasusnya cenderung mudah ditebak.
-          Q.E.D
Ini juga lumayan bagus, tapi seperti Kiyoshiro Yumemizu kasusnya ringan-ringan, bahkan seringkali hanya sekedar kasus-kasus kecil di sekolah. Jarang ada kasus pembunuhan yang berat kayak di Conan atau DDS.

Donc, enfin, manga dan novel diatas patut untuk dibaca. Mungkin sudah ada yang pernah baca beberapa atau malah sudah baca semuanya. Jadi bagi para penggila misteri seperti saya, mohon rekomendasi novel dan manga lain yang bagus… Itu saja sih buat sekarang.

Merci et à la prochaine ! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kata tanya

Tom Felton : His blue-sky eyes and his mesmerizing smile....

film sad ending??